Jumat, 28 Juni 2013

‘‘DO’A UNTUK AYAH DAN IBU KITA’’

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mohon ‘‘Aamiin’’ kan bersama².

Ya Allah...
Rendahkanlah suara kami di depan mereka.
Indahkanlah ucapan kami di mata mereka.
Lunakkanlah watak kami terhadap mereka.
Dan lembutkanlah hati kami untuk mereka.

Ya Allah...
Berilah mereka sebaik²nya balasan.
Atas didikan yang telah mereka berikan kepada kami.
Berilah mereka pahala yang besar.
Atas kasih sayang yang mereka limpahkan kepada kami.
Peliharalah mereka sebagaimana mereka memelihara kami sejak kecil dengan penuh kasih sayang.

Ya Allah...
Apapun gangguan yang telah mereka rasakan ataupun kesusahan yang mereka derita karena kami, atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatan kami, jadikanlah semua itu menjadi penyebab gugurnya dosa² mereka, penyebab meningginya kedudukan mereka dan bertambahnya pahala mereka dengan perkenan-Mu. Karena hanya Engkaulah yang berhak membalas kejahatan dengan kebaikan yang berlipat.

Ya Allah...
Jika maghfirah-Mu telah mencapai mereka sebelum kami, izinkan mereka memberi syafa'at untuk kami. Tapi jika maghfirah-Mu lebih dulu mencapai diri kami, izinkanlah kami memberi syafa'at untuk mereka. Sehingga kami semua bisa berkumpul bersama dengan santunan-Mu di tempat kediaman yg dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu, serta rahmat-Mu.

Ya Allah...
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung. Serta anugerah yang tak berakhir. Hanya kepada-Mu lah kami meminta dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan. Dan Engkaulah yg Maha Pengasih diantara semua yang pengasih.

“...Aamiin Allahumma yaa ALLAH yaa Rabbal 'alamiin...”
‘‘SI KIKIR DAN MALAIKAT MAUT’’

Setelah bekerja keras, berdagang dan menjadi rentenir, si kikir telah menumpuk harta, hingga hartnya jika dihitung² mencapai tiga ratus ribu dinar. Ia memiliki tanah luas, beberapa gedung, dan segala macam harta benda.

Kemudian ia memutuskan untuk beristirahat selama satu tahun. Hidup nyaman, dan kemudian menentukan tentang masa depannya.

Tetapi, segera setelah ia berhenti mengumpulkan uang, Malaikat Maut muncul di hadapannya untuk mencabut nyawanya. Si kikir pun berusaha dengan segala daya upaya agar Malaikat Maut itu tidak jadi menjalankan tugasnya.

Si kikir berkata;
“Bantulah aku, barang tiga hari saja. Maka aku akan memberimu sepertiga hartaku...!!!

Malaikat Maut menolak, dan mulai menarik nyawa si kikir. Kemudian si kikir memohon lagi;

“Jika engkau membolehkan aku tinggal dua hari saja, akan kuberi engkau dua ratus ribu dinar dari gudangku...!!!”

Tetapi lagi² Malaikat Maut pantang menyerah dan tak mau mendengarkannya. Bahkan ia menolak memberi tambahan satu hari demi tiga ratus ribu dinar dari si Kikir.

Akhirnya si kikir memohon lagi dan berkata; “Kalau begitu, tolong beri aku waktu untuk menulis sebentar...!!!”

Kali ini Malaikat Maut mengijinkannya, dan si kikir menulis dengan darahnya sendiri;

“Wahai manusia, manfaatkanlah hidupmu. Aku tidak dapat membelinya dengan tiga ratus ribu dinar. Pastikan engkau menyadari nilai dari waktu yang engkau miliki...!!!”

Rabu, 20 Maret 2013

Membetulkan Arah Kiblat

Membetulkan Arah Kiblat

Kiai Muntaha, mantu Kiai Kholil, yang terkenal alim itu membangun masjid di pesantrennya, dan pembangunan masjid tersebut hampir rampung. Sebagai seorang alim, Kiai Muntaha membangun dengan rencana yang matang sesuai dengan tuntunan syariat. Begitu juga dengan tata letak dan posisi masjid yang tepat mengarah ke kiblat. Menurut Kiai Muntaha, masjid yang hampir rampung itu sudah sedemikian tepat, sehingga tinggal menunggu peresmiannya saja sebagai masjid kebanggaan pesantren.
Suatu hari, masjid yang hampir rampung itu dilihat oleh Kiai Kholil, menurut pandangan Kiai Kholil, ternyata masjid itu terdapat kesalahan dalam posisi kiblat.
"Muntaha, arah kiblat masjidmu ini masih belum tepat, ubahlah!" ucap Kiai Kholil mengingatkan mantunya yang alim itu. Sebagai seorang alim, sebagai kiai alim, Kiai Muntaha tidak percaya begitu saja. Beberapa argumen diajukan kepada Kiai Kholil untuk memperkuat pendiriannya yang selama ini sudah dianggapnya benar, melihat mantunya tidak ada-ada tanda-tanda menerima nasehatnya, Kiai Kholil tersenyum sambil berjalan ke arah masjid. Sementara Kiai Muntaha mengikuti di belakangnya. Sesampainya di ruang pengimaman, Kiai Kholil mengambil kayu kecil kemudian melubangi dinding tembok arah kiblat.

"Muntaha, coba kau lihat lubang ini, bagaimana posisi arah kiblatmu?" panggil Kiai Kholil sambil memperhatikan mantunya bergegas mendekatkan matanya ke lubang itu, betapa kagetnya Kiai Muntaha setelah melihat dinding itu. Tak diduganya, lubang yang kecil itu ternyata Ka'bah yang berada di Makkah dapat dilihat dengan jelas dihadapannya. Kiai Muntaha tidak percaya, digosok-gosokan matanya dan dilihatnya sekali lagi lubang itu, dan ternyata Ka'bah yang di Makkah malah semakin jelas. Maka, sadarlah Kiai Muntaha, ternyata arah kiblat Masjid yang diyakininya benar selama ini terdapat kesalahan. Arah kiblat masjid yang dibangunnya, ternyata terlalu miring ke kanan. Kiai Kholil benar, sejak saat itu, Kiai Muntaha mau mengubah arah kiblat masjidnya sesuai dengan arah yang dilihat dalam lubang tadi.

Mengetahui Pikiran Kiai Noer
Ketika Kholil muda menyantri pada Kiai Noer di pesantren Langitan Tuban. Kholil seperti biasanya ikut jama'ah sholat yang memang keharusan para santri. Di tengah kekhusukan jama'ah sholat, tiba-tiba kholil tertawa terbahak-bahak. Karuan saja, hal ini membuat santri lain marah. Demikian juga dengan Kiai Noer. Dengan kening berkerut, kiai bertanya:
"Kholil, kenapa waktu sholat tadi, kamu tertawa terbahak-bahak. Lupakah kamu itu meengganggu kekhusukan sholat dan sholat kamu tidak syah?!" Kholil menjawab dengan tenang, "Maaf, begini Kiai, waktu sholat tadi saya sedang melihat Kiai sedang mengaduk-aduk nasi di bakul, karena itu saya tertawa. Sholat kok mengaduk-aduk nasi. Salahkah yang saya lihat itu, kiai?" Jawab Kholil muda dengan mantap dan sopan.

Kiai Muhammad Noer terkejut. Kholil benar, Santri baru itu dapat membaca apa yang terlintas di benaknya, Kiai Muhammad Noer duduk dengan tenang sambil menerawang lurus ke depan, serta merta berbicara kepada santri kholil: "Kau benar anakku, saat mengimami sholat tadi perut saya memang sedang lapar. Yang terbayang dalam pikiran saya saat itu, memang hanya nasi, anakku," ucap Kiai Muhammad Noer secara jujur. Sejak kejadian itu kelebihan Kholil akhirnya menyebar. Bukan hanya terbatas di pesantren Langitan, tetapi juga sampai ke pesantren lain di sekitarnya. Karena itu, setiap kiai yang akan ditimba ilmunya oleh Kholil muda, maka para kiai itu selalu mengistimewakannya. Didatangi Macan
Pada suatu hari di bulan syawal, Kiai Kholil tiba-tiba memanggil santri-santrinya. "Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan pondok pesantren. Pintu gerbang harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok ini" kata Kiai Kholil agak serius.

Mendengar tutur guru yang sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu, sebelah timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditunggu-tunggu belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren seorang pemuda kurus tidak seberapa tinggi bertubuh kuning langsat sambil menenteng kopor seng. Sesampainya di depan pintu rumah Kiai Kholil, lalu mengucap salam "Assalamu'alauikum" ucapnya agak pelan dan sangat sopan.

Mendengar salam itu, bukannya jawaban salam yang diterima, tetapi kiai malah berteriak memanggil santrinya, hei... santri semua, ada macan...macan...ayo kita kepung. Jangan sampai masuk pondok" seru Kiai Kholil bak seorang komandan di medan perang.
Mendengar teriakan Kiai, kontan saja semua santri berhamburan, datang sambil membawa apa saja yang ada, pedang, celurit, tongkat, pacul untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak pucat. Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin nyantri ke Kiai Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya pemuda itu mencoba datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren langsung disong-song dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya, baru pada malam ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam, akhirnya tertidur di bawah kentongan surau.

Secara tidak diduga, tengah malam, Kiai Kholil datang dan membangunkannya, karuan saja dimarahi habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Kiai Kholil, setelah berbasa-basi dengan seribu alasan, baru pemuda itu lega setelah resmi diterima sebagai santri Kiai Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah. Seorang kiai yang sangat alim, jagoan berdebat dan pembaharu pemikiran. Kehadiran KH. Wahab Hasbullah dimana-mana selalu berwibawa dan disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan, seperti yang disyaratkan Kiai Kholil.
Ketinggalan Kapal Laut

Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu satu-satunya angkutan yang menuju Makkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya :
"Pak tolong, saya belikan anggur, saya ingin sekali" ucap istrinya dengan memelas.
"Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur". Jawab suaminya dengan bergegas keluar dari kapal.
Setelah suaminya keluar mencari anggur di sekitar anjungan kapal, nampaknya tidak ditemuai pedagang anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar. Untuk memenuhi permintaan istrinya tercinta. Dan, meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga, betapa gembiranya sang suami mendapatkan anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal laut untuk menemui istrinya. Namun betapa terkejutnya sesampai ke anjungan kapal. Pandangannya menerawang ke arah kapal yang akan ditumpangi. Semakin lama kapal tersebut semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Ia duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat.
Di saat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasehat: "Datanglah kamu kepada Kiai Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu!" ucapnya dengan tenang.
"Kiai Kholil?" pikirnya.
"Siapa dia?, Apa ia mesti harus kesana, bisakah dia menolong ketertinggalan saya dari kapal?" begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya.
"Segeralah ke Kiai Kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, Insyaallah." Lanjut orang itu menutup pembicaraan. Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya:
"Ada keperluan apa?"
Lalu, sang suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil. Tiba-tiba Kiai berkata :
"Lho...ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan, sana ... pergi".
Lalu suami itu kembali dengan tangan hampa.
Sesampainya di pelabuhan, dia bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai Kholil. Orang tersebut bertanya: Bagaimana? Sudah ketemu Kiai Kholil?
"Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan." Katanya dengan nada putus asa.
"Kembali lagi, kembali lagi temui Kiai Kholil!" ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itu pun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ketiga kalinya, Kiai Kholil berucap, "Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan".
"Terimakasih Kiai" kata sang suami melihat secercah harapan.
"Tapi ada syaratnya" ucap Kiai Kholil.
"Saya akan penuhi semua syaratnya." Jawab orang itu dengan bersungguh-sungguh.
Lalu Kiai berpesan : "Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampeyan ceritakan pada orang lain, kecuali saya sudah meninggal, apakah sampeyan sanggup?" pesan dan tanya Kiai seraya menatap tajam.
"Sanggup Kiai, "jawabnya spontan.
"Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu. Pejamkan matamu rapat-rapat" kata Kiai Kholil.
Lalu, sang suami melaksanakan perintah Kiai dengan patuh, setelah beberapa menit berlalu dibukanya matanya dengan pelan-pelan. Betapa terkejutnya ia melihat apa yang dihadapannya, ia sedang berada di atas kapal laut yang sedang berjalan. Takjub, heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang sedang dilihatnya. Digosok-gosokkan matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segara ia ditemui isterinya di salah satu ruang kapal.
"Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali" dengan senyuman penuh arti seakan tidak terjadi apa-apa. Dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal, sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami, sekali dalam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru menyadari bahwa beberapa saat yang lalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa

Santri Mimpi Dengan Wanita
Pada suatu hari menjelang pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah. Dalam benaknya tentu pagi itu ia tidak bisa sholat subuh berjamaah. Ketidakikutsertaan Bahar sholat subuh berjamaah bukan karena malas. Tetapi disebabkan halangan junub, semalaman Bahar bermimpi tidur dengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil , istri gurunya.
Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap: "santri kurang ajar..., santri kurang ajar..."
Para santri yang sudah naik ke masjid untuk sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu. Subuh itu Bahar memang tidak ikut shalat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid.

Seusai sholat subuh berjamaah Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya: Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?" ucap Kiai Kholil nada menyelidik.
Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir, ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar, kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada Bahar seraya berkata:
"Bahar, karena kamu tidak hadir sholat subuh berjamaah maka kamu harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini," perintah Kiai Kholil (Petok adalah sejenis pisau kecil dipakai untuk menyabit rumput) . Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini akhirnya diselesaikan dengan baik.
"Alhamdulillah, sudah selesai Kiai," ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati.
"Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis," perintah Kiai kepada Bahar.
Sekali lagi santri Bahar dengan patuh dan gembira menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar menerima hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan itu. Setelah itu santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap:
"Hei santri, semua ilmuku sudah dicuri orang ini," ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar dan Kiai Kholil pun memintanya untuk pulang kampung halamannya.
Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang alim, yang memimpin sebuah pondok besar di Jawa Timur. Kiai yang beruntung itu bernama Kiai Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di pondok pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.

Kiai Kholil Masuk Penjara
Beberapa pelarian pejuang kemerdekaan dari Jawa bersembunyi di pesantren Kiai Kholil. Kompeni Belanda, rupanya mencium kabar itu. Tentara Belanda berupaya keras untuk menangkap pejuang kemerdekaan yang bersembunyi itu. Rencana penangkapan diupayakan secepat mungkin. Setelah yakin bersembunyi di pesantren, tentara Belanda memasuki pesantren Kiai Kholil. Seluruh pojok pesantren digrebek. Ternyata tidak menemukan apa-apa. Hal itu membuat kompeni marah besar, karena kejengkelannya akhirnya mereka membawa pimpinan pesantren, yaitu Kiai Kholil untuk ditahan. Dengan siasat ini, mereka berharap dengan ditahannya Kiai Kholil, para pejuang segera menyerahkan diri.

Ketika Kiai Kholil dimasukkan ke dalam tahanan, maka beberapa peristiwa ganjil mulai muncul. Hal ini membuat susah penjajah Belanda. Mula-mula ketika Kiai Kholil masuk ke dalam tahanan, semua pintu tahanan tidak bisa ditutup. Dengan demikian, pintu tahanan dalam keadaan terbuka terus-menerus. Kompeni Belanda harus berjaga siang dan malam secara terus-menerus. Sebab, jika tidak maka tahanan bisa melarikan diri. Pada hari berikutnya, sejak Kiai Kholil ditahan, ribuan orang dari Madura dan Jawa berdatangan untuk menjenguk dan mengirim makanan ke Kiai Kholil. Kejadian ini membuat kompeni merasa kewalahan mengatur orang sebanyak itu. Silih berganti setiap hari terus-menerus. Akhirnya, kompeni membuat larangan berkunjung ke Kiai Kholil. Pelarangan itu ternyata tidak menyelesaikan masalah. Masyarakat justru datang setiap harinya semakin banyak.

Para pengunjung yang bermaksud berkunjung ke Kiai Kholil bergerombol di sekitar rumah tahanan. Bahkan banyak yang minta ditahan bersama Kiai Kholil. Sikap nekad para pengunjung Kiai Kholil ini jelas membuat Belanda makin kewalahan. Kompeni merasa khawatir, kalau dibiarkan berlarut-larut suasana akan semakin parah. Akhirnya, daripada pusing memikirkan hal yang sulit dimengerti oleh akal itu, kompeni Belanda melepaskan Kiai Kholil begitu saja.

Setelah kompeni mengeluarkan Kiai Kholil dari penjara, baru semua kegiatan berjalan sebagaimana biasanya. Demikian juga dengan pintu penjara sudah bisa ditutup kembali serta para pengunjung yang berjubel disekitar penjara kembali pulang kerumahnya masing-masing.

Residen Belanda
Suatu hari residen Belanda yang ditempatkan di Bangkalan mendapat suatu surat yang cukup mengejutkan dari pemerintah kolonial Belanda di Jakarta. Surat tersebut berisi tentang pemberhentian dirinya sebagai residen di Bangkalan. Padahal, jabatan itu masih diinginkan dalam beberapa saat. Residen ini sangat berbeda dengan residen Belanda lainnya. Hati nurani residen ini tidak pernah menyetujui adanya penjajahan oleh negaranya. Untuk mempertahankan posisinya, residen Belanda yang bersimpati kepada Indonesia ini mau berkorban apa saja asalkan tetap memangku jabatan di Bangkalan. Kebetulan sang residen mendengar kabar bahwa di Bangkalan ada orang yang pandai dan sakti mandraguna. Tanpa pikir panjang lagi, sang residen segera pergi menemui orang yang diharapkan kiranya dapat membantu mewujudkan keinginannya itu.

Maka, berangkatlah sang residen itu ke Kiai Kholil dengan ditemani beberapa koleganya. Sesampainya di kediaman Kiai Kholil, sang residen Belanda langsung menyampaikan hajatnya itu. Kiai Kholil tahu siapa yang dihadapinya itu, lalu dijawab dengan santai seraya berucap:
"Tuan selamat....selamat, selamat," ucapnya dengan senyum yang khas, Residen Belanda merasa puas dengan jawaban Kiai Kholil dan setelah itu berpamitan pulang.
Selang beberapa hari setelah kejadian itu, sang residen menerima surat dari pemerintah Belanda yang isinya pencabutan kembali surat keputusan pemberhentian atas dirinya. Betapa senangnya menerima surat itu. Dengan demikian, dirinya masih tetap memangku jabatan di daerah Bangkalan.

Sejak peristiwa itu, Kiai Kholil diberi kebebasan melewati seluruh daerah Bangkalan. Bahkan Kiai Kholil bisa menaiki dokar seenaknya melewati daerah terlarang di karesidenan Bangkalan tanpa ada yang merintanginya. Baik residen maupun aparat Belanda semua menaruh hormat kepada Kiai Kholil. Seorang Kiai. Yang dianggap memiliki kesaktian yang luas biasa.

Santri Pencuri Pepaya
Pada suatu hari, seorang santri berjalan-jalan di sekitar pondok pesantren kedemangan. Kebetulan di dalam pesantren terdapat pohon pepaya yang buahnya sudah matang-matang kepunyaan kiai. Entah karena lapar atau pepaya sedemikian merangsang seleranya, santri itu nekad bermaksud mencuri pepaya tersebut. Setelah menengok ke kanan dan ke kiri, merasa dirinya aman maka dipanjatlah pohoh pepaya yang paling banyak buahnya. Kemudian dipetiknya satu persatu buah pepaya yang matang-matang itu. Setelah cukup banyak santri itu kemudian turun secara perlahan-lahan.

Baru saja kakinya menginjak tanah, ternyata sudah diketahui oleh beberapa santri, tak ayal lagi santri yang mencuri pepaya itu dilaporkan kepada Kiai Kholil. Kiai marah besar kepada santri itu. Setelah itu disuruhnya dia memakan pepaya itu sampai habis, dan akhirnya diusir dari pondok pesantren. Tak lama setelah kejadian itu , santri yang diusir karena mencuri pepaya itu ternyata menjadi Kiai besar yang alim. Kealiman dan ketenaran kiai tersebut sampai kepada pesantren kedemangan. Mendengar berita menarik itu, beberapa santri ingin mengikuti jejaknya. Pada suatu hari, beberapa santri mencoba mencuri pepaya di pesantren. Dengan harapan agar dimarahi kiai. Begitu turun dari pohon pepaya. Kontan saja petugas santri memergokinya. Maka peristiwa itu dilaporkan kepada Kiai Kholil. Setelah melihat beberapa saat kepada santri yang mencuri pepaya itu, seraya Kiai mengucap :
"Ya sudah, biarlah" kata Kiai Kholil dengan nada datar tanpa ada marah tanpa ada pengusiran.
"Wah, celaka saya tidak bisa menjadi kiai," desah santri pencuri pepaya sambil menangis menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Orang Arab Dan Macan Tutul
Suatu hari menjelang sholat maghrib, seperti biasanya, Kiai Kholil mengimami jamaah sholat berjamaah bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba beliau kedatangan tamu orang berbangsa Arab, orang Madura menyebutnya Habib.
Seusai melaksanakan sholat Kiai Kholil menemui tamu-tamunya termasuk orang arab yang baru datang yang mengetahui kefasihan bahasa Arab. Habib tadi menghampiri Kiai Kholil sambil berucap :
" Kiai . . . ,bacaan Al Fatihah (antum) kurang fasih", tegur sang habib.
"O . . . begitu", jawab Kiai Kholil tenang.
Setelah berbasa-basi, beberapa saat, habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksakan sholat maghrib. "Tempat wudlu ada disebelah masjid itu. Habib, Silahkan ambil wudlu disana", ucap Kiai sambil menunjukan arah tempat wudlu. Baru saja selesai berwudlu, tiba-tiba habib dikejutkan dengan munculnya macan tutul. Habib terkejut dan berteriak dengan Bahasa Arabnya yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun habib mengucapkan bahasa arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul , namun macan itu tidak pergi juga.

Mendengar ribut-ribut disekitar tempat wudlu, Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh.
Dengan kejadian ini, habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.

Tongkat Kiai Kholil dan Sumber Mata Air
Pada suatu hari. Kiai Kholil berjalan kearah selatan Bangkalan. Beberapa santri menyertainya. Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya sampai di desa Langgundi, tiba-tiba Kiai Kholil menghentikan perjalanannya. Setelah melihat tanah di hadapannya, dengan serta merta Kiai Kholil menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari arah lubang bekas tancapan Kiai Kholil, memancar sumber air yang sangat jernih. Semakin lama semakin besar, sumber air tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa dipakai untuk minum dan mandi. Lebih dari itu, sumber mata airnya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kolam yang bersejarah itu, sampai sekarang masih ada.

Howang-Howing Jadi Kaya
Suatu hari, seorang Tionghoa bernama Koh Bun Fat sowan ke Kiai Kholil. Dia bermaksud untuk meminta pertolongan kepada Kiai Kholil agar bisa terkabul hajatnya.
"Kiai, saya minta didoakan agar cepat kaya. Saya sudah bosan hidup miskin", kata Koh Bun Fat dengan penuh harap.
Melihat permintaan Koh Bun Fat itu, kiai lantas memberi isyarat menyuruh mendekat. Setelah Koh Bun Fat dihadapan Kiai Kholil, tiba-tiba Kiai Kholil menarik tangan Koh Bun Fat dan memegangnya erat-erat seraya berucap :
"Saafu lisanatan. Howang-howang, hoing-hoing, Pak Wang, Howang Noang tur cetur, salang kacetur, sugih..... sugih..... sugih.....", suara Kiai Kholil dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Setelah mendapat doa dari Kiai Kholil itu, Koh Bun Fat benar-benar berubah kehidupannya, dari orang miskin menjadi kaya.

Obat Aneh
Di daerah Bangkalan banyak terdapat binatang- binatang menyengat yang suka berkeliaran, termasuk kalajengking yang sangat ganas. Binatang ini akan bertambah banyak bilamana musim hujan tiba, apalagi di malam hari. Pada suatu malam, salah seorang warga Bangkalan disengat kalajengking. Bisa kalajengking membuat bengkak bagian- bagian tubuhnya. Beberapa pengobatan telah dilakukan namun hasilnya sia-sia. Ia hampir putus asa, sampai pada akhirnya, ada seseorang yang menyarankan agar pergi menemui Kiai Kholil.
Akhirnya diputuskan untuk menemui Kiai Kholil. "Kiai Kholil, saya disengat kala jengking. Tolong obati saya", ujarnya sambil memelas.
"Kesini!" kata Kiai Kholil.
Lalu dilihatnya bekas sengatan yang telah membengkak itu kemudian dipegangnya seraya berucap dengan dalam bahasa Madura : "Palak-Pokeh,.... palak-pokeh,....beres, beres", ucap Kiai Kholil sambil menepuk-nepuk bekas sengatan kalajengking. Maka seketika itu, orang itu sembuh, dan melihat hasil pengobatan dengan kesan lucu itu, orang yang menyaksikan di sekitarnya tidak dapat menahan tawanya. Mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil meninggalkan ruangan itu (sumber informasi : KH. Amin Imron, cucu Kiai Kholil Bangkalan).

Rumah Miring
Pada suatu hari, Kiai Kholil mendapat undangan di pelosok Bangkalan . Hari jadi yang ditentukan pun tiba. Para undangan yang berasal dari berbagai daerah berdatangan. Semua tamu ditempatkan di ruang tamu yang cukup besar.
Walaupun para tamu sudah datang semua, acara nampaknya belum ada tanda-tanda dimulai. Menit demi menit berlalu beberapa orang tampaknya gelisah. Kenapa acara kok belum dimulai. Padahal, menurut jadwal mestinya sudah dimulai. Tuan rumah tampak mondar-mandir, gelisah. Sesekali melihat ke jalan sesekali menunduk. Tampaknya menunggu kehadiran seseorang.
Menunggu acara belum dimulai si fulan tidak sabar lagi. Fulan yang dikenal sebagai jagoan di daerah itu, berdiri lalu berkata :
"Siapa sih yang ditunggu-tunggu kok belum dimulai? Kata si jagoan sambil membentak.
Bersamaan dengan itu datang sebuah dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil yang ditunggu-tunggu.

"Assalamu'alaikum", ucap Kiai Kholil sambil menginjakkan kakinya ke lantai tangga paling bawah rumah besar itu.
Bersamaan dengan injakan kaki Kiai Kholil, gemparlah semua undangan yang hadir. Serta-merta rumah menjadi miring. Para undangan tercekam tidak berani menatap Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan itu ketakutan, nyalinya menjadi kecil melihat kejadian yang selama hidup baru dialami saat itu.
Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung kiai mengangkat kakinya. Seketika itu, rumah yang miring menjadi tegak seperti sedia kala. Maka berhamburanlah para undangan yang menyambut dan menyalami Kiai Kholil.

Akhirnya fulan yang jagoan itu menjadi sadar, bahwa dirinya kalah. Dirinya terlalu sombong sampai begitu meremehkan seorang ulama seperti Kiai Kholil. Fulan lalu menyongsong Kiai Kholil dan meminta maaf. Kiai Kholil memaafkan, bahkan mendoakan. Do'a Kiai Kholil terkabul, Fulan yang dulu seorang jagoan yang ditakuti di daerah itu, akhirnya menjadi seorang yang alim. Bahkan, kini si fulan menjadi panutan masyarakat daerah itu.

AL-FATIHAH

Allah Menjawab AL-FATIHAH Kita pada saat kita membaca surah Al-Fatihah sewaktu kita Shalat,

Bismillahir-Rah maanir-Rahim

Banyak sekali orang yang cara membacanya tegesa-gesa tanpa spasi, dan seakan-akan ingin cepat menyelesaikan Shalatnya. Padahal disaat kita selesai membaca satu ayat dari surah Al-Fatihah tersebut, Allah menjawab setiap ucapan kita.

Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT ber-Firman :

"Aku membagi Shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk Hamba-Ku".

■ Artinya, tiga ayat diatas Iyyaka Na'budu Wa iyyaka nasta'in adalah Hak Allah, dan tiga ayat kebawahnya adalah urusan Hamba-Nya.

■ Ketika Kita mengucapkan "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin". Allah menjawab :"Hamba-Ku telah memuji-Ku".

■ Ketika kita mengucapkan "Ar-Rahmanir-Rahim", Allah menjawab : "Hamba-Ku telah mengaagungkan-Ku".

■ Ketika kita mengucapkan "Maliki yaumiddin", Allah menjawab : "Hamba-Ku memuja-Ku"

■ Ketika kita mengucapkan “Iyyaka na’ budu wa iyyaka nasta’in” , Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”.

■ Ketika kita mengucapkan “Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhooliin.” Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku. Akan Ku penuhi yang ia minta.” (H.R. Muslim dan At-Turmudzi)

■ Berhentilah sejenak setelah membaca setiap satu ayat. Rasakanlah jawaban indah dari Allah karena Allah sedang menjawab ucapan kita.

■ Selanjutnya kita ucapkan "Aamiin" dengan ucapan yang lembut, sebab Malaikatpun sedang mengucapkan hal yang sama dengan kita.

■ Barang siapa yang ucapan “Aamiin-nya” bersamaan dengan para Malaikat, maka Allah akan memberikan Ampunan kepada-Nya.”

(HR Bukhari, muslim, Abu Dawud)

Untuk mengikuti/berlangganan setiap kiriman tausiyah ini Silahkan Klik "SUKA"/Gabung di FP “Strawberry“ ini dan Klik "BAGIKAN/SHARE". Sebarkan kepada semua saudara-saudara kita agar lebih berhati-hati. Moga Allah S.W.T akan membalas jasa baik anda dan semoga Allah memelihara kita di dunia dan di akhirat.

Aamiin Ya rabbal 'alamiin

Kisah Nyata Keluarga Sakinah MW Hasan & Siti

Kisah Nyata Keluarga Sakinah MW Hasan & Siti

Pada th.90 ada sepasang suami-istri sebut saja namanya Hasan & Siti yang menikah disebuah desa kecil didaerah Tasikmalaya –

Jawa Barat tepatnya diperkampungan pesantren - singaparna, mereka berdua adalah anak yatim-piatu yang dipertemukan Allah SWT memang atas dasar cinta.

Tapi ternyata ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu keduanya memiliki kesamaan ahlak & iman yang kuat sehingga bahtera rumah tangga mereka yang berlandaskan iman & taqwanya yg kuat thd Allah SWT membuat mereka hidup bahagia,

maka kehidupan rumah tangga mereka pun yang baru berjalan sekian tahun sudah dikarunia sepasang anak yang lucu & cerdas, rumah mewah, mobil dan harta yang cukup berlimpah dalam kurun waktu yang amat singkat, dan hebatnya hampir tidak ada goncangan yang berarti pada rumah tangga mereka....

singkat kata mereka telah diberikan Allah SWT kebahagiaan Syurga dunia…begitulah sebutan kerabat & tetangganya kepada keluarga ini, seiring berjalannya waktu Hasan yang tampan & Siti istrinya yang cantik jelita, mereka selalu akur, tutur kata mereka sangat lembut kepada siapa saja,

mereka juga gemar menolong sesama, intinya mereka sangat disukai lingkungan dan membuat banyak pasangan rumahtangga lainnya disekeliling mereka terhipnotis oleh kharisma pasangan ini, kendati demikian mereka tiada takabur atau sombong, dan tiada lupa bersyukur akan nikmat yang Allah berikan.

Mereka selalu menjaga silahturahmi kepada sanak family maupun tetangga dan selalu ringan tangan untuk berderma kepada fakir miskin, masjid-masjid, hingga panti-panti asuhan diseantero kota Bandung dan Jakarta,

hingga kedermawanan keluarga ini pun selalu membawa berkah & nikmat dari Allah yang tiada putus-putusnya, hingga pada satu waktu ditahun 2000 Siti sang istri telah meninggal dunia dan Hasan pun terpukul dalam waktu yang cukup panjang, ia tak kunjung dapat melupakan Almarhumah istri tercintanya itu.

Padahal sebagai pria mapan dewasa yang cukup tampan dan telah memiliki beberapa perusahaan sekaligus jabatan Top Manajemen alias Direktur disebuah Bank skala Besar dikota Bandung itu bisa saja jika ia ingin menikah lagi dengan wanita yang lebih cantik dari Almarhumah istrinya,

karna terbukti pasca kematian Siti istri tercintanya itu, betapa banyaknya wanita yang lebih cantik dari almarmumah istrinya yang ingin sekali menggantikan posisi istrinya yang telah wafat,

dan kedua orang anak sholehnya pun yang telah beranjak dewasa dan mengerti akan jiwa rapuh ayahnya sepeninggal ibundanya, mereka selalu mendorong sang Ayah untuk segera menikah lagi agar dapat merelakan kepergian sang Bunda 8 th yg lalu.

Betapa tidak, mulai dari beberapa Wanita cantik dikota Bandung yang karirnya sudah mapan & selevel dengan Hasan hingga mahasiswi kuliahan,

selalu ingin menarik perhatian Hasan dan mencoba merebut cintanya, tetapi Hasan tiada tergoyahkan untuk segera menikah lagi, "tidak ada yang bisa menggantikan almarhumah bunda dihati ayah nak....."

begitu selalu jawab Hasan kepada kedua orang anaknya, Kenapa pasal..??? rupanya Ketika salah satu ustadz pengajar dipesanren Da’arul Tauhid menanyakannya, Ternyata duda tampan & kaya raya itu tidak bisa melupakan istrinya karna satu hal.......

Hal yang tidak dapat dilupakanya hingga sekarnang yaitu sebelum istrinya meninggal dunia, ia datang menhampiri Hasan dikamarnya yg sedang terkulai lemas karna sakit, membawa segelas air putih & obat dari dokter untuk diminum Hasan pagi itu, kemudian Siti minta ijin untuk melakukan shalat dhuha sendirian kepada suaminya, Ayah....

kali ini Bunda mohon ijin sholat dhuha duluan tanpa Ayah yaaa...? Karna Bunda sudah ditunggu.....tanpa menunggu persetujuan sang suami tercinta & menyebutkan siapa yang telah menunggunya, istrinya bergegas menuju ruangan sholat dirumah mereka...

sebab pagi itu kebetulan Hasan sedang tidak enak badan, padahal biasanya Hasan selalu menjadi imam bagi istrinya dalam melakukan sholat berjamaah selama bertahun-tahun lamanya, yah benar selalu dilakukan berjamaah…

mulai dari sholat lima waktu, shalat sunnah hingga tiap tahun pergi haji bersama pun selalu mereka lakukan dengan berjamaah. Maka tak heran kehidupan mereka pun selalu berlimpah harta yang barokah dari Allah SWT...

satu jam kemudian Hasan memanggil istrinya berkali-kali Bunda......Bun....Bunda.....???

namun tiada jawaban dari ruangan sholat...setengah curiga kemudian Hasan berjalan menghampiri istrinya perlahan dengan setengah merintih karna dia belum pulih benar dari sakitnya....

sesampai diruang shalat, Hasan tertegun menatap sambil menunggu istrinya yg tengah lama sujud tak bergeming dari posisinya.....

.beberapa menit kemudian ia tersadar apa yg telah terjadi pada Siti, spontan ia menjerit sambil meraih tubuh istrinya Subhanallah....Bundaaaaaa.......!!!!!!.....

sesaat kemudian Hasan menagis seraya mengucap.....InnaLillahi Wa..InnalillahiRojiuuunnnn.......AllahuAkbar....Bundaaaaaa......Hasan menangis sejadi-jadinya......

hingga tak lama kemudian kedua putra-putrinya, supir & para pembantunya datang berhamburan melihat apa yg terjadi diruangan shalat.....

dan setelah menyadari apayang terjadi mereka pun ikut menagisi kepergian Siti yg tengah terkulai kaku dengan tasbih yg masih digenggamnya dengan erat dan senyum manis dibibirnya.......

.dan ditengah kesedihan yg dalam saat itu, seumur hidupnya Hasan benar-benar terpukau dengan kecantikan istrinya dipagi itu......Sungguh ia & kedua anaknya memeluk istrinya dengan erat seraya berbisik ditelinga Siti......

Demi Allah Bunda...Ayah sangat mencintaimu Bunda...tapi rupanya cinta Allah lebih besar lagi kepadamu....

.hingga akhirnya Dia menjemputmu pagi ini dengan cara seperti ini......Subhanallah....Selamat Jalan istriku.....

selamat bertemu dengan-Nya.....tunggu kami bertiga disana yaa sayang.......kedua anaknya pun menangisi kepergian Siti....Bundaaaaa......

Jangan Tinggalkan kami Buuuuunnnnnn..........Ayah bangunkan bunda yah......Sungguh benar-benar kejadian yg sangat mengharukan sekali dihari jumat pagi itu......

dan begitulah...rupanya memang shalat dhuha yang dilakukan Siti dipagi itu adalah shalat dhuha untuk yang terakhir kalinya…ya benar untuk yang terakhir kalinya........

Siti tidak bangun & beranjak lagi dari sujudnya yang terakhir…karna malaikat maut telah menjemputnya dihari jumat pagi itu...

Subhanallah…Sungguh kematian yang sangat indah dan khusnul khotimah….

kematian yg sangat diinginkan setiap hamba Allah yg bertaqwa.....begitulah kurang lebih komentar beberapa ustadz ditempat tinggal mereka saat prosesi pemakaman berlangsung.....

Subahanallah Subahanallah Subahanallah

Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci.

Semoga Kisah Ini Menjadi pelajaran Buat Kita semua Aamiin

Di kutip dari Buku "Kisah kisah Rumah Tangga Tauladan"

Untuk mengikuti/berlangganan setiap kiriman tausiyah ini Silahkan Klik "SUKA"/Gabung di FP “Strawberry“ ini dan Klik "BAGIKAN/SHARE". Sebarkan kepada semua saudara-saudara kita agar lebih berhati-hati. Moga Allah S.W.T akan membalas jasa baik anda dan semoga Allah memelihara kita di dunia dan di akhirat.